• This is default featured slide 1 title

    Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

  • This is default featured slide 2 title

    Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

  • This is default featured slide 3 title

    Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

  • This is default featured slide 4 title

    Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

  • This is default featured slide 5 title

    Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Rabu, 08 Februari 2017

Kantor MUI Sumbar Tutup tak Ada Anggaran


PADANG -- Wakil Gubernur (Wagub) Sumatera Barat, Nasrul Abit mengakui tidak ada bantuan anggaran untuk Majelis Ulama Indonesia (MUI) setempat karena terkendala Permendagri No 39 tahun 2012 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 tahun 2011.

"Kita ingin menganggarkan, tetapi tidak bisa melakukannya karena ada aturan yang melarang. Kalau kita paksakan tentu akan menjadi temuan," katanya di Padang, Rabu.

Ia menjelaskan penganggaran baru bisa dilakukan jika Permendagri yang tidak memperkenankan bantuan sosial tersebut direvisi oleh Menteri Dalam Negeri.

Saat ini, ujarnya Pemprov Sumbar akan mencoba mencari solusi bagaimana cara membantu MUI tanpa harus melanggar aturan. Ini karena peran MUI masih sangat dibutuhkan, apalagi Sumbar sedang mengembangkan pariwisata halal.

"Dalam konsep pariwisata halal ini nanti kemungkinan akan butuh sertifikasi halal untuk hotel dan restoran dari MUI. Kalau tidak ada MUI ini juga akan terkendala," katanya.

Selain itu, jelasnya masyarakat juga membutuhkan fatwa MUI dalam kehidupan beragama, karena itu perlu dicarikan solusi terkait persoalan ini.

Sebelumnya Ketua MUI Sumbar, Gusrizal Gazahar melalui akun media sosialnya mengatakan kantornya tutup mulai Februari 2017 karena tidak ada bantuan anggaran operasional dari Pemprov Sumbar.

Bantuan anggaran itu telah dihentikan sejak 2015 sehingga MUI kesulitan melaksanakan kegiatan. Dua orang tenaga administrasi yang biasa membantu sekretariat MUI Sumbar juga terpaksa dirumahkan.

Kantor MUI Sumbar Tutup, Sekjen MUI Pusat: Itu Ironi

JAKARTA -- Tutupnya kantor MUI Sumatera Barat (Sumbar) karena kekurangan dana operasional dinilai ironis. Sebab, selain filosofi masyarakat Sumbar yang berkait erat dengan nilai Islam, Sumbar juga tengah fokus mengembangkan wisata halal.

Sekretaris Jenderal MUI Pusat Anwar Abbas menjelaskan, anggaran untuk MUI dari Kementerian Agama bersumber dari APBN untuk dukungan program dan kegiatan MUI Pusat, tidak ada untuk MUI Provinsi. Biasaya alokasi dana MUI Provinsi didapat dari APBD.

''Saya kaget Sumbar sampai ada kejadian ini, pemdanya tidak membantu. Apalagi masyarakat Minang memiliki filosofi adat basendi syara', syara' basendi kitabullah. Ini ironi,'' kata Anwar, Kamis (9/2).

MUI Provinsi DKI, Jabar, Jatim, dan provinsi lain bisa mendapat anggaran dapat dari pemda masing-masing. Bila alasannya karena ada aturan Menteri Dalam Negeri yang menghalangi, Anwar jadi bertanya mengapa provinsi lain bisa menganggarkan bantuan untuk MUI lain tapi Sumbar tidak.

''Sebagai orang Minang, saya malu bila MUI Sumbar dibantu MUI Provinsi lain. Dengan kejadian ini, MUI provinsi lain pasti akan membantu,'' ungkap Anwar.

Dengan fokus untuk mengembangkan wisata halal, Pemda Sumbar tetap butuh MUI untuk menyelesaikan masalah keumatan di sana. Sayangnya, Pemda Sumbar tidak membantu balik sehingga mutualistiknya tidak nampak.


Meski Anwar memahami saat ini era otonomi dan daerah bisa menyelesaikan persoalannya sendiri, kejadian ini memukul wajah Pemprov Sumbar sendiri. Apalagi, filosofi masyarakat Minang erat dengan nilai Islam.

Sumber; Republika
Share:

Persis Persilakan Warganya Berpartisipasi dalam Aksi 112


JAKARTA -- Wakil Ketua Umum Persatuan Islam (Persis) Jeje Zaenudin, mewakili lembaganya, menyatakan dukungan terhadap aksi 112 yang diinisiasi oleh Forum Umat Islam (FUI). Ia pun mempersilakan warga Persis bila ingin berpartisipasi dalam aksi tersebut.

"Terkait rencana aksi 112, Persis mempersilakan seluruh warganya yang ingin bergabung untuk ambil bagian aktif dalam aksi tersebut. Apabila aksi itu telah mendapat izin dan agenda yang jelas," ujarnya seperti dilansir dari laman resmi Persis, Rabu (8/2).

Kendati mendukung penuh, sekiranya aksi 112 memang terselenggara, ia mengimbau agar aksi dilakukan dengan damai. "Mengimbau agar aksi ini dilakukan dengan penuh kedamaian, tertib, santun, dan menjauhi provokasi," tutur Jeje menerangkan.

Selain itu, Persis, kata dia, menegaskan bahwa akan tetap solid dan menjadi bagian dari Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF) Majelis Ulama Indonesia. Oleh karenanya akan mendukung seluruh kegiatan dan perjuangan. Seperti diketahui, FUI akan menggelar aksi bertajuk 112 pada Sabtu (11/2). Aksi tersebut rencananya akan diikuti oleh berbagai elemen umat dari berbagai daerah di Indonesia.
Share:

MUI Godok Fatwa Bergaul di Medsos



JAKARTA -- Sekretaris Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Asrorun Niam Sholeh mengatakan lembaganya saat ini masih membahas draf fatwa pedoman bermuamalah atau bergaul di media sosial (medsos). "Insya Allah dalam waktu dekat, MUI akan merumuskan pedoman itu," kata Niam di Jakarta, Rabu (8/2).

Diharapkan pedoman itu nantinya akan menjadi rujukan keagamaan bagi masyarakat Muslim pada khususnya, dan masyarakat Indonesia pada umumnya, agar perkembangan teknologi informasi bisa berdaya guna untuk kemaslahatan dalam bertetangga, bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. "Dengan begitu kita bisa menjadikan medsos untuk mempererat hubungan kebangsaan dan kemasyarakatan di Indonesia yang ber-Bhinneka Tunggal Ika," kata dia.

Ia mengatakan MUI prihatin atas fenomena medsos yang sering dijadikan alat penyebaran berita bohong (hoax), provokasi, fitnah, hingga menebar kebencian. Jika hal itu dibiarkan, menurut Niam bukan tidak mungkin akan memicu keretakan sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara.

Asrorun mengatakan MUI sebagai wadah ulama dan cendekiawan Muslim dalam kerangka mengemban amanah keagamaan dan keumatan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara memandang penting untuk memberikan pedoman tentang kaidah keagamaan saat bermedsos.
"Demi kemaslahatan, bukan kemudharatan," kata Niam yang juga Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) itu.

Terkait isi pedoman, Niam menjelaskan di antaranya agar dalam bermedsos menghindari ghibah atau mengungkap dan memperbincangkan aib orang, fitnah, serta anjuran untuk mengklarifikasi dan memverifikasi suatu berita atau informasi. "Bila tidak yakin berita itu benar maka lebih baik berita itu tidak perlu disebar agar tidak menimbulkan fitnah. Bahkan, kalaupun benar, verifikasi itu tetap diperlukan apakah bermanfaat atau tidak. Hal-hal seperti inilah yang harus dipahami masyarakat dalam menggunakan kemudahan melalui medsos," katanya.

Sumber : Antara
Share:

Selasa, 07 Februari 2017

Saksi Ahli MUI Mohon Hakim Kasus Ahok Berlaku Adil


JAKARTA -- Saksi Ahli dari Majelis Ulama Indonesia (MUI), Hamdan Rasyid pada sidang ke sembilan Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, Selasa (7/2) memberikan pernyataan penutup usai memberikan keterangan. Dalam pernyataan penutupnya, Hamdan mengingatkan akan pentingnya Hakim dan penegak hukum menegakkan keadilan yang seadil-adilnya.

"Saya sampaikan sabda Rasulullah dalam hadist yang shahih, 'Umat zaman dahulu dimurkai dan dihancurkan oleh Allah SWT karena tidak berlaku adil, kalau yang salah rakyat jelata dihukum dan disanksi. Sebaliknya kalau yang salah pejabat maka bisa bebas," kata dia menyampaikan sabda Rasulullah.

Ia melanjutkan, Nabi Muhammad lalu bersumpah Demi Allah seandainya Fatimah binti Muhammad menyolong, maka Nabi Muhammad sendiri yang akan memotong tangannya. "Mohon ini sebagai pertimbangan, kita sadar hidup kita sebentar dan akan wafat," ujarnya.

Hadist Nabi Muhammad SAW ini menurutnya menjadi tanggung jawab kita bersama di akhirat dan di alam kubur dan harus menjadi pertimbangan. "Jadi saya mohon supaya adil semuanya," kata Hamdan menambahkan.

Hakim pun menyambut baik pesan penutup saksi ahli MUI ini, dan berjanji Hadist ini menjadi tugas bersama majelis hakim untuk menjalankan persidangan kasus penodaan agama ini seadil-adilnya.

Sumber: Republika
Share:

Saksi Ahli Polri: Keaslian Video Ahok Dapat Dipertanggungjawabkan


JAKARTA -- Kasubbid Komputer Forensik Puslabfor Mabes Polri AKPB Muhammad Nuh al-Azhar yang dihadirkan sebagai ahli dalam lanjutan sidang Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) mengatakan, video pidato Ahok di Kepulauan Seribu pada 27 September 2016 dapat dipertanggungjawabkan keasliannya.

"Tidak ditemukan penambahan atau pembuangan frame. Artinya momen yang ada di sana benar adanya," kata Nuh saat memberikan keterangan dalam sidang kesembilan Ahok di auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta, Selasa (7/2).

Nuh menyatakan, terdapat empat video Ahok yang dianalisis oleh tim Puslabfor Mabes Polri. Pertama, dari Dinas Kominfo DKI Jakarta, kedua dari saksi pelapor Novel Chaidir Hasan, ketiga dari saksi pelapor Muhammad Burhanuddin, dan keempat juga dari saksi pelapor Habib Muchsin Alatas. Hasil analisis video itu kemudian dituangkan dalam berita acara pemeriksaan (BAP) baik untuk Puslabfor Mabes Polri maupun penyidikan.

"Artinya hasil analisa itu tidak hanya secara ilmiah, tetapi juga dengan pertanggungjawaban secara hukum," kata Nuh.

Ahok dikenakan dakwaan alternatif yakni pasal 156a dengan ancaman lima tahun penjara dan pasal 156 KUHP dengan ancaman empat tahun penjara.

Sumber : Antara
Share:

Senin, 06 Februari 2017

ACTA Bantah Klarifikasi Tim Kuasa Hukum Ahok


JAKARTA -- Advocat Cinta Tanah Air mengelurkan testimoni di kantor Sekretaris MUI Jakarta Pusat.  Testimoni ini sebagai bentuk dukungan terhadap KH Ma'aruf Amin, sekaligus membantah klarifikasi kuasa hukum Basuki TJahaja Purnama yang tidak sesui di dengan fakta persidangan.

"Saat ini tim pengacara saudara Basuki TJ Purnama atau bapak Ahok itu membuat opini publik yang tidak sesuai dengan fakta di persidangan," kata Sekretariat Jendral ACTA, Yustian Dewi Widiastuti kepada wartawan di lantai 4 Gedung Sekretariat MUI, Jl Proklamasi,  Jakarta Pusat, Senin (6/2).

Yustian mengatakan, usaha yang dilakukan tim kuasa hukum Ahok dalam mencari kebenaran materiil lewat bertanya terhadap saksi KH Ma'ruf Amin di persidangan lanjutan Ahok sangat dihormati. "Akan tetapi ada hal-hal yang seharusnya atau sewajarnya tidak boleh dilakukan oleh seorang pengacara dalam suatu persidangan," ujarnya.

Jadi, kata Yustian, apa bila kuasa hukum Ahok ingin menyampaikan suatu kebenaran materiil dalam suatu  peristiawa hukum tidak selayaknya melanggar peraturan hukum yang berlaku. "Untuk itu kami sampaikan bahwa kami akan mealakukan testimonin kepada teman kami yang ada dalam persidangan," katanya.

Berikut testmoni ACTA yang disampaikan di hadadapan Ketua MUI KH Maruf Amin:

Pertama, bahwa pada saat kesaksian KH. Ma’ruf Amin benar Penasehat Hukum Terdakwa Ahok, Humprey Djemat menyampaikan kalimat yang menurut kami menyudutkan KH Ma‘ruf Amin (Ketua Umum MUI) terkait adanya telepon dari Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada Kamis tanggal 6 Oktober 2016 pukul 10.16. Djemat bertanya sampai tiga kali yang dijawab oleh saksi “tidak ada". Dan selanjutnya, Sdr Humprey Djemat mengatakan “kami mau menyatakan bahwa saksi ini memberikan keterangan palsu", dan meminta kepada majelis hakim agar saksi diproses sebagaimana mestinya.

Yang kedua, pada saat memberikan tanggapan atas keterangan saksi KH Ma'ruf Amin, terdakwa Ahok menyampaikan kalimat yang bernada ancaman dengan kalimat “kami akan proses secara hukum saudara saksi". Karena kalimat tersebut disampaikan pada sesi keberatan terdakwa terhadap kesaksian KH Ma'ruf Amin, maka jelas kalimat bernada ancaman tersebut ditujukan kepada KH Ma’ruf Amin, dan bukan pada saksi-saksi sebelumnya. Fakta ini berbeda dengan klarilikasi Ahok tangal 1 Februari 2017 (point 1) yang menyatakan tidak akan dan tidak mungkin melaporkan KH Ma’ruf Amin. 

Ketiga, ada sekelompok pengunjung berbaju kotak-kotak yang bertepuk tangan setelah Penasehat Hukum Ahok menyampaikan kalimat yang bernada ancaman terhadap KH Ma’ruf Amin tersebut. Kesan yang kami tangkap, mereka bergembira atas kejadian yang menimpa KH Ma'ruf Amin.

Kempat, hampir semua Penasehat Hukum Ahok menanyakan pertanyaan yang hampir sama dan berulang-ulang serta sudah dijawab dengan tegas oleh KH Ma’ruf Amien sampai dua kali. Ada indikasi dan diduga merencanakan untuk mengulur waktu sehingga sidang berjalan sangat lama dan sangat menguras energi KH Ma'ruf Amin sebagai saksi.

Yang Kelima, para Penasehat Hukum dan Terdakwa Ahok mengajukan pertanyaan-pertanyaan secara tidak santun dan tidak menghormati KH. Ma’ruf Amin sebagai Ketua Umum MUI, ulama besar yang juga sebagai orang tua dan sangat disegani oleh kalangan umat Islam di republik ini.

Keenam, kami meminta kepada Komisi Yudisial (KY), Mahkamah Agung (MA), dan Organsisasi Advokat untuk dapat menjalankan fungsi pengawasan mereka pada persidangan yang akan datang, agar kejadian yang menimpa KH Maruf Amen tidak terulang lagi pada saksi-saksi yang lain. 

Sumber: Republika
Share:

Muslim Solo Ikut Aksi Bela Islam 112


SOLO --- Ratusan umat Muslim Solo akan mengikuti aksi Bela Islam IV 112 yang akan berpusat di Jakarta pada Sabtu (11/2). Umat Muslim yang tergabung dalam Dewan Syariah Kota Surakarta dijadwalkan berangkat menuju Jakarta pada Jumat (10/2) siang.

Koordinator aksi DSKS, Rowi, menjelaskan, aksi tersebut sebagai respon dari pernyataan tak patut terdakwa kasus penistaan agama Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) ke Ketua MUI Ma'ruf Amin dalam persidangan yang digelar beberapa waktu lalu.

Selain itu, aksi itu juga bertujun untuk memberikan dukungan terhadap umat Islam warga Jakarta agar memilih calon gubernur yang seakidah.

"Kita akan bergabung dengan ikhwan yang lain di Jakarta, membela ulama dari penzaliman dan memberikan support kepada umat Muslim, warga jakarta untuk memilih pemimpin Muslim," ujar Rowi pada Senin (6/2) siang.

Sekitar 500 masa akan berangkat dari Solo selepas sholat jumat. DSKS menyiapkan dua bus untuk masa perwakilan dari 13 elemen organisasi yang ikut berangkat ke Jakarta.

Di antaranya Anshorussyariah, Al Islah, Hisabah, Saliman, dan lainnya. Sementara itu, kata dia, terdapat 10 bus lainnya diluar DSKS yang juga akan berangkat pada hari yang sama. "Perwakilan dari elemen DSKS hanya dua bus tapi inisiatif lainnya banyak termasuk dari masjid-masjid," kata dia. Diagendakan MUI Surakarta akan melepas keberangkatan ratusan masa tersebut menuju Jakarta.
Share:

Minggu, 05 Februari 2017

Istighatsah dengan Ahok Catut Logo NU


JAKARTA— Istighatsah (doa bersama) yang digelar oleh sejumlah warga Nahdliyin Jakarta bersama Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) di Jl Talang No 3 Menteng Jakarta Pusat, Ahad (5/2) mendapat reaksi keras dari Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama DKI.

Dalam pernyataan resminya yang diterima Republika.co.id, Ahad (5/2) Rais Syuriah PWNU DKI, KH Mahfudz Asirun menegaskan acara yang mencatut logo NU tersebut tanpa sepengetahuan dan tidak ada sangkut pautnya dengan pengurus PWNU DKI.

"Itu bukan dari kami (PWNU). Kami tidak ada hubungannya dengan kegiatan itu," tuturnya.

Dia mengungkapkan PWNU DKI tersinggung dan tetap mengecam keras perlakuan Ahok dan pengacaranya terhadap Rais Am PBNU KH Ma’ruf Amin. Dia juga menyatakan PWNU DKI mendukung pernyataan tegas Ketua Umum Tanfidziah PBNU KH Said Agil Siraj, bahwa saudara Ahok bersalah dan masyarakat NU DKI tidak akan memilih Ahok.

“Kita akan menindak tegas jika ada pengurus yang berperan aktif di acara Istigatsah bersama Ahok sesuai dengan ketentuan organisasi,” katanya.

Secara terpisah, dikutip dari situs resmi NU, Kiai Said membantah dirinya menghadiri istighatsah tersebut. Ini menyikapi berita running text Metro Tv yang menyebutkan dirinya akan menghadiri acara tersebut. “Berita itu sama sekali tidak benar. Sama sekali tidak benar. Sama sekali tidak benar,” katanya.

Dia juga menyatakan tidak akan pernah menghadiri acara-acara yang diadakan calon gubernur DKI siapapun di manapun. Ini semata untuk menjaga netralitas PBNU.

Berikut PRESS RELEASE  PWNU DKI

Berkaitan diadakannya Istigostah kebangsaan warga Nahdliyin Jakarta bersama Basuki Tjahaya Purnama (Ahok) di Jl. Talang no.3 Menteng Jakarta Pusat, dengan ini pengurus PWNU DKI menegaskan :

1. Bahwa acara ini tanpa sepengetahuan dan tidak ada sangkut pautnya dengan pengurus PWNU DKI.

2. PWNU DKI tersinggung dan tetap mengecam keras perlakuan Basuki Tjahaya Purnama (Ahok) dan pengacaranya terhadap Rois Am PBNU KH. Ma’ruf Amin.

3. PWNU DKI mendukung pernyataan tegas Ketua Tanfidziah PBNU Prof. Dr. KH. Said Agil Siraj, bahwa saudara Ahok bersalah dan masyarakat NU DKI tidak akan memilih Ahok.

4. Akan menindak tegas jika ada pengurus yang berperan aktif di acara Istigostah bersama Ahok sesuai dengan ketentuan organisasi.

Ttd
Rois Syuriah
KH. MAHFUDZ ASIRUN
Wakil Ketua Tanfidziah
KH. Munahar Mukhtar
Share:

Bongkar Strategy AHOK dan Tim Soraknya

Ahok, Para 'Cheerleader': 'Kill the Messenger' dan 'Killing Himself'

Oleh: Abdullah Sammy

Kill the messenger (membunuh si pembawa pesan) sejatinya sebuah trik kuno. Jauh sebelum teknologi berkembang pesat, akses informasi hanya bisa didapat dari seorang pembawa pesan (messenger). Messenger kerap membawa pesan yang tidak ingin didengar si penerima. Saat seorang penguasa dan pendukungnya tak suka atau tak ingin mendengar pesan dari sang pembawa pesan, cara paling mudah adalah dengan membunuhnya.

Kill the messenger telah terjadi sejak abad pertama sebelum masehi. Kisahnya terjadi saat perseteruan antara Romawi dan Kerajaan Armenia. Adalah pembawa pesan dari pemimpin pasukan Romawi, Lucullus, yang mendatangi raja Armenia, Tigranes.

Pihak Romawi mengirim pesan lewat sang messenger yang menyatakan seruan agar Tigranes menyerahkan musuh Romawi yang mengungsi ke tanah Armenia. Karena tak suka dengan pesan itu, pasukan Tigranes lantas memenggal kepala sang messenger Romawi.

Di era saat ini, kill the messenger sudah menjadi frasa metafora. Tapi substansinya masih sama, yakni reaksi atas ketidaknyamanan dan ketidaksukaan atas sebuah informasi yang diucapkan oleh si pembawa informasi. Karena tidak suka dengan isi informasi, maka si pembawa informasi dihabisi.

Strategi kill the messenger sedang menjadi pembicaraan di dunia olahraga pekan ini. Ini bermula dari perseteruan antara bintang Cleveland Cavaliers, LeBron James dengan Charles Barkley. LeBron yang kini bermain untuk Cleveland Cavaliers berang dengan pernyataan legenda basket 1990-an yang kini menjadi analis di NBA TV itu.

Barkley mengkritisi sikap LeBron yang dinilai cengeng karena selalu menuntut tim untuk melayaninya. Ini tak terlepas ucapan LeBron yang menganggap timnya perlu tambahan seorang playmaker.

"Di atas itu, semua tindakan LeBron (meminta tim mendatangkan playmaker) adalah tidak pantas dan cengeng," ucap Barkley, seperti dilansir ESPN.

Kuping LeBron panas dengan ucapan legenda Phonix Suns tersebut. LeBron pun melakukan serangan balik pada Barkley.

"Saya bukan seorang yang pernah melempar seseorang dari jendela. Saya tak pernah meludahi anak kecil. Saya tak pernah berhutang di Las Vegas. Saya tak pernah bilang saya contoh, tapi saya pun tak pernah tak muncul di laga All Star karena sedang pesta sepanjang pekan di Vegas," ucap LeBron menyindir balik masa lalu Barkley.

Ucapan eks pemain Miami Heat memicu kontroversi publik. LeBron dinilai mencoba menghabisi karakter Barkley yang sejatinya menjalankan tugas sebagai seorang analis basket.

Bukan substansi kritik yang dijawab. LeBron malah coba mengaburkan isu dengan menghabisi karakter si pengkritik, Barkley.

Tapi Barkley cukup cerdas untuk merespons segala tudingan itu. "Saya tidak membawa persoalan ini menjadi personal dengannya. Dia masih kecil saat saya bermain. Jadi mungkin dia meng-google saya, dan saya apresiasi itu," balas Barkley saat diwawancara ESPN.

Barkley pun menilai segala tudingan persoalan masa lalu kepadanya tidaklah penting. Sebab persoalan yang terjadi masa kini adalah LeBron bukan lagi Barkley yang sudah pensiun.

"Jadi saat anda tak suka dengan sebuah pesan maka yang anda lakukan adalah membunuh si pembawa pesan (kill the messenger)," kata Barkey.

Dia melanjutkan perkataannya, "Beberapa yang LeBron sampaikan terkait (masa lalu) saya ada benarnya, tapi itu tak membuat pesan yang saya sampaikan (saat ini) menjadi salah," kata Barkley tegas.

Perkataan Barkley itu merupakan jawaban telak atas strategi kill the messenger yang dimainkan LeBron. Strategi yang sejatinya sering dimainkan oleh politikus ketimbang olahragawan.


Dan di dunia politik di Indonesia, strategi kill the messenger kini menjadi senjata bagi pihak-pihak yang tidak bisa mengelak dari kritik. Karena tak bisa menjawab kritik, maka yang dibunuh adalah si penyampai kritik.

Dalam kontentasi politik di Indonesia yang begitu dinamis, kill the messenger jamak dilakukan sebagai strategi counter-attack. Terlebih sekarang adalah eranya sewa menyewa konsultan di sosial media, bahasa kerennya buzzer.

Ya, tak hanya bertahan untuk mengelak dari kritikan yang tak bisa dijawab, tapi kill the messenger juga dilakukan para buzzer untuk menghancurkan lawan. Konon, bayaran buzzer untuk menghancurkan lawan lebih besar ketimbang bayaran untuk pencitraan positif sang klien.

Saya ingin merujuk strategi kill the messenger yang kerap ditujukan pada pihak-pihak yang selama ini mengkritisi atau berseberangan dengan penguasa.

Pihak yang mengkritisi atau mengambil posisi berseberangan dengan penguasa memang kerap mendapat serangan. Sayangnya, sayangnya tak melulu serangan balik itu terkait substansi untuk menjawab kritikan si pengkritik. Tapi melebar ke personal kritikus.

Salah satu contohnya menimpa akademisi UI, Rocky Gerung. Rocky yang kerap melontarkan kritik pada pemerintah jadi sasaran serangan balik. Sejumlah tudingan personal mampir kepada Dosen Filsafat UI itu.

Ini seperti tudingan dia dekat dengan kalangan politik tertentu. Tapi, tak ada yang berani menjawab substansi kritikan dari pengajar filsafat politik Universitas Indonesia itu.

Ini seperti kritikan terbaru Rocky soal yang menyebut penguasa adalah pembuat hoax terbaik. Pernyataan yang membuat merah para penjilat kekuasaan.

Pernyataan Rocky ini sejatinya didukung fakta soal hoax yang ditebar para penguasa setiap lima tahun sekali dalam pemilu. Jika rakyat bisa dituntut menyebar hoax, maka mengapa pemimpin yang berjanji tidak akan bagi-bagi jabatan saat kampanye itu tak juga terjerat kasus hoax?

Substansi kritik tajam itulah yang membuat pihak-pihak yang tak senang melancarkan strategi kill the messenger. Cara paling mudahnya adalah dengan menyebar kabar terkait persona sang tokoh.

Terkait Rocky, dia dituding merupakan pengamat yang merapat ke salah satu poros kekuasaan. Saya pribadi tidak tahu apakah tudingan itu betul atau murni fitnah. Tapi satu hal yang jelas, tudingan tak menggugurkan bobot kritik Rocky yang hingga kini tak bisa dijawab oleh penguasa atau para 'cheerleadernya'.

Strategi kill the messenger juga dilakukan para pendukung Ahok yang kerap membully lawan politiknya di Twitter. Strategi ini juga menjadi senjata untuk meredam gugatan kelompok massa dalam kasus penistaan agama yang menjerat Ahok.

Ini seperti saat awal terjadinya demonstrasi pada akhir Oktober 2016. Strategi kill the messenger yang dilakukan Ahooker adalah dengan memotret segelintir massa yang beraksi dengan menginjak rumput kala itu. Meski tak terverifikasi apakah itu sekadar settingan, cara itu coba menghancurkan simpati publik pada peserta aksi.

Namun sayangnya, aksi ini bisa dilawan balik oleh kubu anti-Ahok yang menunjukkan sejumlah bukti bahwa tanaman yang rusak hanya sebatas settingan. Malah simpati pada aksi semakin besar dengan munculnya aksi bela Islam 4 November 2016 (411).

Kubu pro Ahok tak tinggal diam. Mereka balas merespons aksi 411 itu dengan melabeli gerakan itu anti-Bineka. Kembali strategi kill the messenger untuk memadamkan gejolak. Tapi lagi-lagi strategi para buzzer itu hanya gaduh di sosial media tanpa efek di dunia nyata.

Sebab buktinya rancangan aksi tandingan yang mereka lakukan hanya dihadiri massa dengan jumlah yang begitu minim.

Malah aksi ketiga massa anti-Ahok makin besar yakin pada 2 Desember 2016 (212). Namun kali ini, para buzzer masih belum kapok. Mereka menggunakan usaha kill the messenger dengan mengaitkan 212 dengan sejumlah aktivis yang ditangkap. Mereka mengaitkan aksi makar guna 'membunuh pesan' dari 212.

Strategi kill the messenger juga dilakukan Ahok dan kubunya dalam sidang. Caranya adalah dengan menghabisi persona saksi atau pelapor dalam sidang kasus penistaan agama. Korban utamanya adalah Novel Bamukmin yang dibully habis usai insiden di BAP-nya yang menyebut kata 'fitsa hats'.

Strategi berhasil dengan manis. Ahok di atas angin, sementara saksi habis dibully habis-habisan. Saksi lain, Irene Handono pun juga tak ketinggalan coba dihabisi karakternya. Dia dituding berbohong soal riwayat pendidikan. "Ketika saya di pengadilan, duduk sebagai saksi hampir lima jam, yang ditanyakan penasihat hukum Ahok menyimpang dari persoalan penodaan agama. Dan cenderung pembunuhan karakter," ujar Irene, Kamis (2/2).

Benar atau tidak tudingan itu tidaklah penting. Yang penting si pembawa pesan terbunuh karakternya. Sedangkan pesan yang coba disampaikan terkait substansi kasus jadi kabur.

Irene bukan orang terakhir. Ketua MUI dan juga Rois Aam NU, Ma'ruf Amin menjadi saksi lain yang coba 'dihabisi' oleh kubu Ahok. Berbagai serangan personal dilakukan. Mulai dari tudingan menutupi riwayat, merapat ke salah satu kandidat, hingga yang paling utama telepon antara sang Rois Aam PBNU itu dengan SBY menyangkut order fatwa.

Usai sidang strategi membunuh karakter Kiai Ma'ruf terus dilancarkan. Sejumlah Ahooker di sosial media tak ragu menghujat kiai Ma'ruf. Seperti Denny Siregar yang menyebut Kiai Ma'ruf menjual agama demi dunia. Strategi kill the messenger terhadap kiai Ma'ruf terlihat begitu rapih.

Hingga malam usai sidang, yakni Selasa (31/1) sekitar pukul 24.00 WIB, lini masa di sosial media masih banyak yang menyerang Kiai Ma'ruf.

Namun para buzzer hingga cheerleader itu tak sadar bahwa yang dia coba hancurkan karakternya itu adalah seorang ulama karismatik. Saya pribadi percaya para ulama punya keistimewaan dan kemuliaannya tersendiri.

Direndahkan, derajat sang ulama malah akan semakin tinggi. Sekalipun pelaku yang coba menyerang punya banyak kuasa, tapi bisa hancur begitu saja bila yang dihadapi ulama. Ini terjadi dalam usaha kill the messenger terkait Kiai Ma'ruf.

Hingga akhirnya arus perlawanan bak tsunami datang menghantam para pembully sang kiai. Dia yang coba melecehkan kiai Ma'ruf di dalam sidang atau di media sosial kini tunggang-langgang.

Ini setelah umat utamanya NU merapatkan barisan demi membela sang kiai karismatik. Sehari usai sidang, atau Rabu (1/2) bola berbalik arah. Ahok, kuasa hukum, hingga pendukungnya di sosial media buru-buru 'menjilat ludah'.

Ahok meminta maaf. Sang kuasa hukum sibuk merevisi perkataannya di media. Sedangkan buzzer-buzzer sibuk mengapus unggahannya.

Tapi semua sudah terlambat. Massa sudah lanjur marah. Terlebih ini bukan usaha pertama yang dilakukan untuk menyerang kiai Ma'ruf. Sebelumnya, kiai Ma'ruf juga pernah diserang dengan sebaran foto antara dia dengan seorang wanita. Serangan itu datang beberapa saat setelah MUI mengeluarkan fatwa terkait Ahok.

Serangan dilakukan aktivis Twitter pro Ahok bernama Mas Teddy Bayupatti. Dalam foto yang dia unggah, 'selebtweet' pro Ahok ini malah menggunakan kata-kata yang kurang sopan kepada Kiai Maruf.

"Hebat nih Pak Maruf Amin Umur 73 tahun k***y sama wanita muda umur 30 tahun," ujarnya yang menanggapi salah satu berita media online dan menampilkan foto Ma'ruf Amin dan istrinya di laman Twitter.

Usaha itu pun tak manjur. Sebab kemuliaan kiai terlalu tinggi untuk sekadar dinodai para buzzer. Sebab emas tetaplah emas sekalipun coba dimasukkan ke dalam kubangan. Sedangkan bangkai tetaplah busuk sekalipun ditutupi permadani.

Walhasil kini strategi kill the messenger malah berubah menjadi killing himself alias bunuh diri.
Share:

Dandim Motori Subuh Berjamaah di Aceh Tenggara


KUTACANE -- Komandan Kodim (Dandim) 0108/Aceh Tenggara, Provinsi Aceh, Letkol Inf Yudiono memotori pelaksanaan shalat subuh berjamaah baik di masjid maupun mushala di awal tahun 2017.

"Pada saat saya menggerakkan shalat subuh berjamaah pertama kemarin di bulan Januari, Alhamdulillah dari warga setempat ada tanggapan yang cukup positif. Sebab, banyak keutamaan dari Subuh berjamaah itu," kata Yudiono di Kutacane, Aceh Tenggara, Jumat (3/2).

Tidak hanya kepala desa setempat, tetapi dari komunitas pendatang yang mendiami daerah tersebut juga memberi tanggapan positif, tepatnya di Gampong Lawe Rakat, Kecamatan Lawe Sigala-Gala, Aceh Tenggara. Lalu pada salah satu tempat ibadah bagi umat muslim di Kute Lang-Lang, Kecamatan Bambel, Kutacane, dihadiri prajurit TNI AD mulai Bintara Pembina Desa (Babinsa), Komando Rayon Militer (Koramil) dan warga setempat.

"Warga setempat yang ikut Subuh berjamaah, lumayan juga. Kita jelaskan maksud dan tujuan sehingga masyarakat jadi mengerti. Tapi fungsi saya sebagai magnet atau daya tarik untuk sama-sama (subuh) berjamaah, memang agak kurang," katanya.

Pihaknya tetap melakukan gerakan subuh berjamaah di Kecamatan Badar dan mengharapkan kehadiran perangkat pemerintah baik tingkat kecamatan atau desa demi menciptakan warga di Aceh Tenggara gemar melaksanakan Subuh berjamaah.

"Setidaknya danramil itu bisa mengajak pak camat, kapolsek dan perangkat lain tingkat kecamatan. Bagi Babinsa sekitar situ, bisa mengajak kepala desa dan perangkatnya. Saya ingin mengajak, mudah-mudahan ikut dan rajin," katanya.

Yudiono menegaskan, kegiatan subuh berjamaah itu sama sekali tidak memiliki kaitan politik, meski daerah ini menggelar pilkada serentak 2017 dengan memilih dua pasangan calon bupati Aceh Tenggara, dan enam pasang calon gubernur Aceh.

"Panglima TNI katakan, tantangan ke depan semakin lengkap dan tidak mudah. Saya sikapinya lewat fisik dan nonfisik. Fisiknya kita kerja sebaik-baiknya dengan masyarakat dan nonfisiknya, ya itu tadi. Secara batiniah kita ajak warga secara bersama-sama untuk berdoa dengan beribadah," tuturnya.

Sumber : Antara
Foto: Dandim 0108 / Agara Letkol Inf. Yudiono S.Ag sedang memberi kata sambutan saat menunggu waktu berbuka
Share:

Sabtu, 04 Februari 2017

Robohnya Panggung Konser Duet Sirra Prayuna-Humprey Jemat


Oleh Irpan Supu

Memasuki tahapan pemeriksaan saksi dalam sidang beberapa pekan lalu ketika dimintai komentarnya sang pengacara sirra dengan sangat Percaya diri mengatakan kepada para wartawan bahwa tim pengacara ahok akan melakukan profil assesment kepada para para saksi yang dihadirkan oleh jaksa penuntut umum. profil assesment ini untuk melihat latar belakang, sejarah, kepribadian para saksi serta motif kesaksiannya kaitannya dengan upaya untuk menghantam ahok dari sisi politik.

Beberapa saksi yang hadir dalam persidangan diantaranya Habib Novel Chaidir Hasan, Gus Joy Setiawan, Muh Burhanuddin, Muchsin alias Habib Muchsin, Syamsu Hilal, dan Nandi Naksabandi. semuanya dikuliti satu persatu latar belakangnya, bahkan motif pelaporannya terhadap ceramah kontroversial ahok itu selalu ditanyakan secara berulang, hingga pilihan politiknya pada pilkada DKI bahkan berulang ulang  pengacara ahok keluar konteks dengan menanyakan hal hal yang bersifat pribadi dan tak ada relevansinya dengan tema penistaan agama yang dibahas dalam persidangan itu, dengan alibi mencari kebenaran materil sebagaimana adagium klasik kalangan pengacara.

Model dan gaya itu terus berlanjut sampai sidang tanggal 31 januari dengan saksi KH Maruf amin, sesepuh sekaligus Rois AM PBNU yang juga sebagai Ketua Umum MUI, dengan  gagahnya Humprey bertanya dengan gaya seperti pada saksi saksi yang lain, bahkan dengan sangat percaya diri HUmprey mengatakan memiliki bukti percakapan SBY dan KH Maruf Amin pada tangggal 6 okteber pukul 10.16 menit. kata kata "berbohong" Keterangan Palsu" tak pantas jadi saksi"  "melaporkan"  sempat keluar dari mulut pengacara dan juga ahok sendiri. mereka lupa atau memang tak tahu siapa KH maruf, sesepuh NU dengan jutaan kader dan anggotanya.

Beberapa jam setelah itu alih alih mendapatkan panggung yang lebih besar tim pengacara Ahok langsung ketakutan setelah muncul pemberitaan tentang pertanyaan melecehkan dari pengacara ahok pada kiyai maruf dalam kesaksiannya di persidangan itu. Sirra prayuna bahkan dengan ngelesnya mengatakan bahwa yang akan dilaporkan bukan Kiyai maruf tapi saksi pelapor lain. padahal dalam penyataan dipersidangan jelas jelas ancaman pelaporan itu langsung ditujukan kepada Kiyai maruf karena tidak ada saksi lain pada saat itu. ahok yang beberapa jam sebelumnya menyatakan tidak akan menyatakan maaf akhinya dengat sangat terpaksa menyatakan permohonan maaf melalui video dan keterangan tertulis.

Voting day tinggal beberapa hari lagi, kerja keras tim kampanye ahok jarot untuk memaksimalkan suara runtuh seketika oleh blunder tim pengacara belum lagi terkait bukti rekaman yang dimiliki tim pengacara menjadi bola api yang terus bergulir liar.

Akhirnya konser megah yang dirancang untuk pengacara Sirra dan Humprey harus roboh sebelum pagelaran inti dimulai,

Share:

KPUD Pastikan Foto KTP Ganda di Media Sosial Hoax


JAKARTA -- Komisi Pemilihan Umum Daerah DKI Jakarta Provinsi DKI Jakarta membantah adanya temuan peredaran KTP ganda menjelang Pilkada serentak 2017.

"Dipastikan hoax, itu manipulasi. Sudah dikonfirmasi ke Dukcapil DKI Jakarta," kata Komisioner KPUD DKI Jakarta, Dahliah Umar, Sabtu (4/2).

Sebelumnya beredar informasi di media sosial Facebook tentang adanya KTP ganda, yakni tiga buah KTP dengan foto satu orang yang sama. Orang tersebut juga memiliki tiga nama yang berbeda.

Pada KTP pertama tertulis nama Mada dengan Nomor Induk Kependudukan (NIK) 3172052006640001. KTP ini menginformasikan pemilik beralamat di Jalan Lodan Raya Nomor 12, RT 003/002, Kelurahan Ancol, Kecamatan Pademangan, Jakarta Utara.

KTP kedua dengan NIK dengan nomor 3173021502650003 dimiliki oleh Saidi. Pemilik beralamat di di Jalan Tawakal Ujung Nomor 7, RT 004/008.

KTP ketiga tertulis nama Sukarno dengan NIK 3172051205610006. Pemilik beralamat di Pademangan III GG. 15 No 206, RT 006/007.

Dahliah mengatakan, sosok Saidi dan Mada tidak sama dengan foto yang ada dalam dugaan KTP ganda. Ia mastikan ada rekayasa pemalsuan dalam KTP yang beredar di media sosial itu. Ia menyebut, manipulasi KTP serupa sering terjadi menjalang pilkada.

"Sangat mudah e-ktp ini diubah. Pak Saidi dan pak Mada setelah periksa Dukcapil dan KPU bukan itu fotonya. Jadi ada rekayasa pemalsuan data bahwa ada pencitraan satu orang yang manipulasi data," tutur dia.
Share:

Propaganda Media Fitnah Akhir Zaman

Propaganda Media Fitnah Akhir Zaman

Oleh Agus effendi wisanggeni

Saudaraku
Yang terberat dalam perjuangan ini adalah untuk tetap semangat dan senantiasa berjuang
Yang terberat dalam perjuangan ini adalah untuk senantiasa tabah dan pantang menyerah

Saudaraku
Jangan pernah berpikir bahwa perjuangan kita di media hanya sia sia tanpa ada makna
Lihatlah para taipan cina yang rela berkorban berjuta juta hanya untuk menguasai media
Lihatlah musuh musuh kita yang rela berkorban berjuta juta untuk memutarbalikan fakta
Lihatlah musuh musuh kita dengan segala cara ingin membebaskan sang penista agama

Saudaraku
Jangan pernah berkecil hati bila engkau tidak ikut berjuang mengangkat senjata
Tidak semua harus mengangkat senjata karena kita adalah pejuang di media
Jangan pernah berkecil hati bila engkau tidak ikut berjuang di dunia nyata
Tidak semua harus berjuang di dunia nyata karena kita adalah pejuang di dunia maya

Saudaraku
Sungguh berbahagialah kita karena menjadi bagian dari pejuang media
Ingatlah ketika bung tomo dari radio nya mengobarkan semangat arek arek surabaya
Hari ini kita menjadi bung tomo berikutnya dalam mengobarkan semangat saudara saudara kita
Hari ini kita menjadi pejuang media dalam membela agama dan ulamanya

Saudaraku
Ketika engkau merasa lelah ingatlah bahwa mereka tidak pernah lelah memusuhi kita
Ketika engkau merasa lelah ingatlah bahwa mereka tidak pernah lelah menfitnah kita
Ketika engkau merasa lemah ingatlah bahwa iman dan taqwa adalah kekuatan kita
Ketika engkau merasa lemah ingatlah bahwa surga adalah impian dan tujuan kita

Saudaraku
Apakah kita rela melihat saudara saudara kita di fitnah oleh musuh musuh kita
Apakah kita rela melihat saudara saudara kita termakan propaganda mereka..
Apakah kita rela melihat para ulama kita di caci maki di media oleh musuh musuh kita
Apakah kita rela melihat agama kita di nistakan oleh sang penista

Ayo dukung perjuangan saudara saudara kita di media dengan Like,Share dan koment kita
Ayo dukung perjuangan para ulama kita di media dengan like,share dan koment kita
Ayo lawan semua propaganda musuh kita dengan Like,share dan koment status saudara kita
Ayo lawan semua fitnah mereka dengan cara like,share dan koment status saudara kita
Ayo tunjukan bahwa kita menjadi pembela bagi agama dan ulamanya
Selamat berjuang para pejuang media,semoga Allah Subhanallahu wa ta’ala meridhoi kita

Share:

Jumat, 03 Februari 2017

Sertifikasi Dai Jangan Sampai Batasi Kegiatan Dakwah


JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi VIII DPR Sodiq Mudjahid meminta standarisasi pendakwah tidak boleh dilakukan jika mengarah kepada pembatasan hak berdakwah dan pembatasan kegiatan dakwah. Standarisasi pendakwah hanya boleh dilaksanakan sebagai salah satu langkah  dari rangkaian upaya peningkatan mutu kompetensi para juru dakwah dan bagi semua agama.

"Pemerintah sama sekali tidak berhak untuk membatasi apalagi mengurangi materi dan  misi kegiatan dakwah. Karena materi  dakwah akan mencakup semua internalisasi dari semua nilai dan ajaran suatu agama," ujar Sodiq, dalam siaran persnya, Sabtu (4/2).

Menurutnya, untuk menjaga kebebasan hak dakwah dari juru dakwah dan kebebasan berdakwah sebuah agama, maka kegiatan standarisasi harus dilakukan oleh lembaga keagamaan masyarakat. Akan tetapi, karena pemerintah akan mendapat manfaat berupa masyarakat yang bermutu tinggi dalam keberagamaan, hasil kerja pendakwah yang bermutu, maka pemerintah harus mendukung kegiatan peningkatan mutu dan kompetensi pendakwah.

"Karena misi  kegiatan dakwah adalah panggilan dan tugas agama, maka kegiatan peningkatan mutu kompetensi pendakwah, harus konsisten melahirkan pejuang dakwah,tidak boleh bergeser melahirkan para pekerja dan para profesi dakwah, apalagi melahirkan  jurubicara dan perpanjangan tangan pemerintah," kata dia.

Sodiq mengatakan, peningkatan mutu pendakwah, seperti halnya program peningkatan mutu dosen dan guru, harus dilaksanakan secara terencana, berjenjang, dan berkesinambungan. Selain itu juga mesti dengan materi yang komprehensif, teritegrasi dan tidak boleh dipenuhi materi pesanan pemerintah.

Materi dari pemerintah yang penting untuk dimasukan adalah  tentang Empat Pilar MPR untuk standarisasi  komitmen keindonesiaan dan kebangsaan. Karena program peningkatan mutu kompetensi ini sudah dipersepsi sebagai kegiatan sertifikasi dan pembatasan dakwah bagi umat Islam, sementara suasana kejiwaan umat Islam saat ini sedang merasa banyak disudutkan oleh pemerintah.

"Maka selain  misinya harus dipertegas sebagai program peningkatan mutu kompetensi pendakwah, maka waktu pelaksanaannya lebih baik diundurkan sekalian dimanfaatkan untuk persiapan yang lebih matang," ujar Politikus Gerindra tersebut.
Share:

Sujiwo Tejo: Ahok, "Wassalam"


JAKARTA -- Hijrah Besar besaran meninggalkan Ahok, dan Budayawan Budayawan juga ikut Hijrah. Sudjiwotedjo yang biasanya 'netral', slengekan kadang penuh sanepo sudah mulai berkomentar:

  1. Arogan (arrogant) dan Urakan beda. Arogan melanggar etika karena mentang2. Urakan melanggar karena etika itu sudah tak cocok sama nuraninya
  2. Melanggar etika lantaran mentang2 (adigang, adigung, adiguna) itulah AROGAN!!!
  3. Adigang (mentang2 banyak beking dari kekuasaan), adigung (mentang2 darah-ras-suku unggul), adiguna (mentang2 dibackup intelektual).
  4.  Bila salah satu sudah patut diduga Arogan maka sejatinya dalam Pilkada DKI ini kalian tinggal punya dua pasangan calon.
  5.  Watuk (batuk) ada obatnya, watak susah obatnya. Sudah minta maaf, ngulangi lagi. Akan looping terus.Ya sudah "wassalam" saja
  6.  Arogansi bukan kekurangan tapi kefatalan. Jangan dipilih 
Seniman Sujiwo Tejo Menjelaskan, sejatinya tinggal dua pasangan calon di Pilgub DKI Jakarta. Sebab, dia menilai Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) sudah tidak layak menjadi calon gubernur.

"Bila salah satu sudah patut diduga arogan, maka sejatinya dalam Pilkada DKI ini kalian tinggal punya dua pasangan calon," kata Sujiwo Tejo, Jumat (3/2).

Menurut Sujiwo Tejo, Ahok patut diduga memiliki perangai yang arogan. Dia pun menjelaskan, kenapa arogan itu tidak baik. Arogan tidak sama dengan urakan. Jika arogan adalah melanggar etika karena mentang-mentang, urakan adalah melanggar karena sebuah etika sudah tidak cocok dengan nurani.

"Melanggar etika lantaran mentang-mentang itulah arogan," katanya.

Sujiwo Tejo pun menjelaskan kata yang merujuk pada kata 'mentang-mentang' yang dia maksud, yaitu adigang, adigung, dan adiguna. Adigang adalah mentang-mentang banyak beking dari kekuasaan, adigung adalah mentang-mentang darah-ras-suku unggul, dan adiguna adalah mentang-mentang dibackup intelektual.

"Watuk (batuk) ada obatnya, watak susah obatnya. Sudah minta maaf, ngulangi lagi. Akan looping terus. Ya sudah maafkan saja, tapi "wassalam"." 
Share:

Jauh lebih berharga memelihara dan merawat kebinekaan dan kebersamaan daripada mempertahankan Ahok


Ahok dan Sikap Antikebinekaan

Oleh: Wartawan Republika, Arif Supriyono

Empat bulan sudah berlalu. Sejak ucapan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) di Kepulauan Seribu pada 27 September 2016 tentang Surah al-Maidah ayat 51 ---yang kemudian dinyatakan sebagai penistaan agama Islam oleh Majelis Ulama Indonesia-- hingga kini kegaduhan itu tak jua surut.

Desakan umat melalui beberapa kali demonstrasi agar Ahok dijadikan tersangka akhirnya terpenuhi. Tepat 51 hari setelah Ahok membahas al-Maidah 51 dan mengaitkannya dengan pilih-memilih dalam pilkada DKI Jakarta, sang gubernur pengganti itu ditetapkan oleh Mabes Polri sebagai tersangka penistaan agama.

Ya, kegaduhan itu memang bermula dari acara di Kepulauan Seribu. Saat itu sedang ada acara kerja sama Pemprov DKI dengan Sekolah Tinggi Perikanan dan sekaligus penyerahan bantuan 4.000 benih ikan kerapu. Meski kala itu belum masa kampanye dan sang gubernur pun memakai seragam dinas, dengan enteng dia membahas soal pilih-memilih. Walau itu bukan acara keagamaan dan dia pun bukan pemeluk Islam, tanpa ragu Ahok membahas al-Maidah 51 di hadapan massa yang mayoritas Muslim.

Masyarakat kemudian bergolak. Atas saran berbagai pihak, Ahok sempat menyampaikan permintaan maaf. Lalu lebih 500 ribu massa melakukan unjuk rasa pada 4 November 2016. Ahok bukannya mencoba mendinginkan suasana akan tetapi justru kembali menyulut bara api permusuhan.

Seolah tak ingat lagi dengan pemintaan maafnya, Ahok menuding itu sebagai demonstrasi bayaran. Masing-masing peserta unjuk rasa dia tuduh menerima Rp 500 ribu. Tuduhan yang sama sekali tak menggunakan nalar. Rasanya tidak mungkin membuang Rp 250 miliar hanya untuk sekali demo.

Desakan masyarakat kian menguat. Demo lebih besar yang damai dan indah dengan melibatkan lebih 2,5 juta manusia pun digelar pada 2 Desember 2016 (Aksi Damai 212) dan dipusatkan di Monas, Jakarta. Tak sedikit peserta unjuk rasa yang berasal dari luar Jawa: Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, dan Nusa Tenggara Barat.

Entah karena desakan massa tersebut atau karena hal lain, polisi kemudian menyerahkan berkas pemeriksaan Ahok ke kejaksaan. Persidangan pertama terhadap politisi yang telah empat kali pindah partai politik ini pun dilaksanakan pada 13 Desember 2016. Di sela-sela persidangan, ada drama yang seolah menyentuh rasa kemanusiaan. Di sebuah ruang, Ahok dipeluk seorang wanita yang disebut-sebut sebagai kakak angkatnya (yang selama ini memang mendukung Ahok sebagai cagub) dengan mimik memelas yang disertai tangisan. Ahok pun ikut menangis.

Mungkin adegan yang disebar di lini masa itu dimaksudkan agar masyarakat bersimpati pada Ahok. Dalam banyak kesempatan Ahok juga mengungkapkan niatnya untuk mengubah sikap dengan bertutur kata lebih santun dan beradab. Terlihat beberapa kali nada bicara dan cara bersikap Ahok memang sedikit berubah.

Namun, itu tak bertahan lama. Karakter aslinya kembali muncul dan itu akan sulit berubah. Dalam persidangan kedelapan, Ahok menghardik saksi KH Ma’ruf Amin yang juga ketua umum MUI Pusat. Ahok menuding Ma’ruf Amin berbohong. Ini karena KH Ma’ruf Amin menjawab tidak tahu saat ditanya pengacara Ahok, apakah SBY pernah menelepon dan minta dibuatkan fatwa/pandangan MUI soal ucapan Ahok.

Sang penista itu lalu mengancam akan menuntut KH Maruf Amin --yang juga rais aam (ketua umum) PB Nahdlatul Ulama-- karena telah berbohong. Sehari kemudian,  SBY mengaku pernah bicara lewat telepon dengan KH Ma’ruf Amin namun tak minta dibuatkan fatwa tersebut akan tetapi sekadar mohon restu atas pencalonan Agus Harimurti Yudhoyono sebagai gubernur.

Saya tak membahas soal kemarahan umat Islam dan warga Nahdliyin atas kekasaran Ahok pada ulama yang jadi panutan umat tersebut. Justru saya ingin menyoroti sikap dan karakter buruk Ahok.

Menurut pandangan saya, kegaduhan belakangan ini adalah murni karena sikap Ahok. Andai Ahok yang nonmuslim itu tak latah dan ceroboh mengungkit-ungkit ayat dalam kitab suci umat Islam, energi bangsa tak akan terkuras selama berbulan-bulan hanya untuk menyelesaikan kasusnya. Sadar atau tidak, penilaian Ahok atas surat al-Maidah 51 itu berpotensi memecah belah umat.

Dengan merendahkan dan menyerang kehormatan KH Ma’ruf Amin, Ahok secara demonstratif telah menjadi pelopor untuk  menurunkan wibawa ulama di mata masyarakat. Tentu secara pribadi, Ahok juga tak menghargai ulama sepuh NU tersebut. Kalau ini dibiarkan dan dijadikan contoh bagi masyarakat lainnya, ulama tak akan lagi punya harga diri di mata khalayak. Pada gilirannya, masyarakat akan bisa kian dijauhkan dari kehidupan dan nilai-nilai keberagamaan.

Ahok pun sempat mengatakan pada KH Ma’ruf Amin, ”Kalau Anda menzalimi saya, Anda lawan adalah Tuhan Yang Mahakuasa dan akan saya buktikan satu per satu, dipermalukan nanti”. Itu ucapan yang sangat arogan. Bahkan dalam penilaian saya, itu jelas-jelas bentuk kepongahan yang melebihi kuasa Tuhan.

Bagaimana tidak pongah? Pada ulama sepuh yang sarat ilmu pun dia berceramah dan berujar, bahwa tindakan sang kiai itu sebagai melawan Tuhan. Dia juga yakin, bahwa sang sesepuh NU itu akan dipermalukan.

Bukti lain adanya upaya Ahok untuk memecah belah umat bisa dilihat dari permintaan maafnya pada KH Ma’ruf Amin. Ahok sempat mengucapkan, ”Bagaimana mungkin saya bisa berseberangan dengan NU yang jelas-jelas menjaga kebinekaan dan nasionalis seperti ini”.

Pernyataan itu sangat tendensius dan amat membahayakan. Itu merupakan bentuk provokasi dan upaya dia untuk memisahkan (bahkan mengadu domba) antara warga Nahdliyin dan umat Islam dari kalangan lain. Ini tidak pantas diucapkan oleh seorang pemimpin. Sebagai umat Islam, saya berhak untuk marah atas ucapan provokatif Ahok ini.

Peran dan tugas pemimpin adalah menjaga persatuan dan kebersamaan. Keberagaman tak mungkin bisa diseragamkan. Namun keberagaman bisa dijaga untuk menuju persatuan dan kebersamaan. Nilai persatuan dan kebersamaan itu jauh lebih mahal daripada sekadar hasil fisik pembangunan. Seorang pemimpin yang punya tendensi memecah belah umat dan antikeberagaman, sejatinya sudah tak lagi pantas menduduki kursi pemimpin.

Itu juga berarti, jiwa kepemimpinannya sudah hilang dan yang tersisa cuma arogansi serta ambisi untuk senantiasa berkuasa, tanpa pernah memandang dan memiliki rasa hormat pada sesama. Dia hanya mencitrakan diri bersih akan tetapi menggunakan segala cara untuk terus berkuasa.

Lihat kasus RS Sumber Waras, pembelian lahan Rp 634 miliar yang ternyata milik Pemprov DKI sendiri, soal reklamasi, dan penggusuran yang mengabaikan rasa keadilan. Ahok tidak menghapus kemiskinan akan tetapi sekadar mengusir masyarakat miskin.

Masyarakat tentu tak butuh pemimpin model demikian. Justru pemimpin seperti inilah yang sangat mungkin akan membahayakan masa depan bangsa yang berbhineka. Keberagaman dan kebersamaan akan berpotensi robek, tercabik-cabik, dan terpecah-belah karena sikap pemimpin yang sengaja memainkan kendali kuasa dengan mengadu domba. Antaragama dan sesama agama pun diadu domba.

Jauh lebih berharga memelihara dan merawat kebinekaan dan kebersamaan daripada mempertahankan Ahok. Kelangsungan harmoni kehidupan sosial akan berbahaya bila ia terus duduk di singgasana kuasa. Namun, semua kembali dan terserah pada nurani serta akal sehat masyarakat.

Sumber :Republika
Share:

Jangan Sampai SBY dan Kiai Ma’ruf Jadi Korban Fitnah


JAKARTA -- Ketua Umum Pemuda Muhammadiyah, Dahnil Anzar Simanjuntak mengatakan tudingan tim Basuki Tjahja Purnama alias Ahok bahwa ada percakapan antara Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dengan KH Ma’ruf Amin perlu diusut. Kebenaran perlu diungkap apakah apakah benar SBY memesan fatwa penodaan agama lewat telpon ke Kiai Ma’ruf.

“Jadi jangan sampai mereka berdua (SBY) dan KH MA) jadi korban fitnah atau hoax. Itu saya kira akan cukup adil untuk publik, Pak SBY, KH MA dan Ahok cs,” ujar Dahnil, Kamis (2/2).

Dahnil menilai, jika penyadapan percakapan SBY dengan Kiai Ma’ruf dilakukan oleh aparat negara yang dibagikan ke kelompok tertentu jelas abuse of power. Untuk itu, Dahnil mendesak kasus tersebut diusut tuntas.

Pasalnya, hal tersebut menjadi ancaman serius untuk demokrasi. Permintaan SBY agar penegak hukum membongkar kasus tersebut sudah tepat.

Namun, Dahnil juga mengharapkan SBY sebaiknya melaporkan secara hukum jika memiliki niat baik ingin membongkat fakta illegal spying. Polisi, lanjut Dahnil, juga bisa langsung bertindak tanpa perlu menunggu laporan. “Karena ada fakta persidangan, pengakuan ada penyadapan yang dilakukan terkait pembicaraan telepon antara Pak SBY dengan KH MA,” kata Dahnil.

Dalam hal ini, Kapolri Jenderal Tito Karnavian, menurut Dahnil, perlu segera bertindak atas dugaan penyadapan tersebut. Sebab kasus ini bukan delik aduan yang harus menunggu pelaporan.

Sumber: Republika
Share:

Menolak Bertemu Ahok, Kiai Ma'ruf Amin : Takut Umat Nanti Salah Paham


JAKARTA -- Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Ma'ruf Amin mengungkapkan, jika dia tak bisa untuk tidak memaafkan siapa pun. Hal itu disampaikannya saat menerima kunjungan tujuh anggota Dewan Pimpinan Daerah (DPD) di kantor MUI Pusat Jakarta, Kamis (2/2).

Ketujuh anggota DPD tersebut dipimpin Ketua DPD RI Muhammad Shaleh, dan didampingi Wakil Ketua DPD RI Farouk Muhammad, senator asal Sulawesi Selatan AM Iqbal Parewangi dan Aziz Kahar Muzakkar, senator asal Jambi Juniwati, senator asal Sumatra Utara Dedi Iskandar Batubara, dan senator asal Yogyakarta Chalid Mahmud.

Kiai Ma'ruf mengatakan, sebagai seorang kiai, dia tak bisa untuk tidak memaafkan. "Apalagi ada satu kaidah, orang yang dibuat marah tidak marah, itu keledai; kalau dimintai maaf tidak memaafkan, itu setan. Tapi saya tidak mau menyuruh umat untuk memaafkan. Itu urusan umat. Saya silakan umat. Untuk saya pribadi, izinkan saya untuk menyampaikan kata maaf itu," katanya.

Namun untuk umat, Kiai Ma'ruf mempersilakan kepada umat apakah mau memaafkan atau tidak. Terkait penolakannya untuk menemui Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, Kiai mengungkapkan, dia memang menolak upaya pihak yang ingin mempertemukannya dengan Ahok. "Saya bilang mohon maaf, untuk hari-hari ini saya belum bisa. Saya takut umat salah paham. Nanti saya malah dimarahi umat," kata dia.
   
Dalam pertemuan pimpinan DPD dan perwakilan sejumlah senator itu, rombongan diterima selain oleh KH Ma'ruf Amin, ikut mendampingi juga Ketua MUI KH Abdullah Jaidi, Sekjen MUI H Anwar Abbas, Wakil Sekjen H Muhammad Zaitun Rasmin, dan sejumlah pimpinan MUI lainnya.
Share:

Good Bye Ahok, Selamat Datang Persatuan Kebangkitan Umat


Memasuki abad ke-20, umat Islam tak hanya perang melawan Belanda, melainkan juga dengan desingan peluru penistaan agama yang beragam. Pada masa itu, kota Surakarta, pernah diguncang surat kabar Djawi Hiswara edisi 11 Januari 1918 Nomor 5. Surat kabar yang diterbitkan N.V.Mij. t/v d/z Albert Rusche&Co. dan dipimpin Martodarsono itu, memuat artikel Djojodikoro yang menistakan Rasulullah.

Karena artikel ini menistakan agama dan menghina umat Islam, maka timbul reaksi keras dan amarah terhadap penulis dan dewan redaksi Djawi Hiswara. Guncangan di Surakarta turut dirasa saudara seiman di Surabaya. Mengetahui Rasul dihina, api tauhid dalam dada umat Islam Surabaya berkobar-kobar.

Maka pada akhir Januari, Tjokroaminoto dan Hasan bin Semit-seorang pemimpin Al-Irsyad Surabaya dan juga komisaris Centraal Sarekat Islam mengadakan pertemuan maraton Sarekat Islam (SI) secara besar-besaran di Surabaya, untuk membahas penistaan agama ala Djawi Hiswara.

Abikoesno Tjokrosoejoso, adik Tjokroaminoto yang juga sekretaris SI Surabaya, lewat tulisannya di majalah Medan Moeslimin, mengecam Martodarsono dan Djodjodikoro, mendorong sunan agar menghukum keduanya, serta menggerakkan kaum Muslimin untuk membela Islam.

Masih di masa kolonial Belanda, kembali terjadi penistaan agama lewat media massa. Sekitar bulan Desember tahun 1930, surat kabar Soeara Oemoem yang diterbitkan oleh Studieclub Indonesia, memuat pelbagai tulisan yang menghina ibadah haji. Lagi-lagi api tauhid berkobar, persatuan umat Muslim bangkit. Demikian tulisan Muhammad Cheng Ho, "Pegiat Jejak Islam untuk Bangsa", yang dimuat di laman JejakIslamdotnet.

Tiga tahun setelah Indonesia merdeka, sekitar tahun 1948, penistaan agama meningkat menjadi ajang pembantaian. Kali ini ulama dan santri pesantren Gontor menjadi sasaran PKI. Pondok Gontor diguncang pemberontakan PKI yang dikenal dengan sebutan Madiun Affair.

Pada masa orde lama, penistaan agama masih berlanjut. Kala itu, Partai Komunis Indonesia alias PKI menyerbu Masjid Agung Kembangkuning Surabaya. Mereka lalu menginjak-injak tempat suci itu sambil bernyanyi "Genjer-genjer" dan menari-nari. Teramat panjang seharah kekejiaan PKI terhadap Islam dan bangsa ini.

Di masa Orde Baru, kebencian terhadap Islam tak berhenti. Arswendo Atmowiloto, sekitar tahun 1990 membuat polling di Tabloid Monitor, yang lagi-lagi menistakan Islam. Ia dihukum penjara.

Pascareformasi, api kebencian terhadap Islam seolah tak juga padam. Islam disudutkan, aktivisnya dibunuh, ulama dihina dina, ada yang dimasukan dalam penjara. Rentetan kebencian Islam itu dikemas dalam drama teroris yang kental dengan penyudutan Islam. Terakhir, peritstiwa Siyono seolah membuka tabir drama tersebut hingga masyarakat tak percaya lagi dengan isu teroris.


Kini, giliran Ahok menistakan Alquran. Sekaligus menistakan ulama. Seluruh masyarakat Muslim murka dan mendesak keadilan hukum. Belakangan, ulah Ahok makin dinilai keterlaluan dalam sidang kedepalan yang mengancam Kiai Ma'ruf.

Mulai tokoh bangsa sampai para ulama mengeluarkan kecaman kerasnya. Seluruh elemen Islam bangkit melawan. Terlebih Kiai Ma'ruf menjadi representasi Ulama sepuh yang sangat dihormati dan dimuliakan umat Islam Indonesia.

Sampai-sampai KH Didin Hafiduddin menyebut Ahok membahayakan. Ulah Ahok dan kuasa hukumnya tak hanya menyenggol kemarahan umat, melainkan turut mengancam ketenangan bernegara terkait kontroversi penyadapan.

Secara politik, sejak lama Ahok sudah keok. Jauh sebelum ramai kasus penistaan agama muncul, 27 September 2016. Baca: "Kisah Pak Tono dan Tamatnya Karier Ahok", Republika Online, 14 September 2016.

Pelbagai dugaan kasus korupsinya tak pernah bisa hilang dari ingatan masyarakat. Walau media pendukung dan proses hukum berjalan amat lucu.

Ingatan masyarakat juga tak pernah hilang dengan pembelaan Jokowi terhadap Ahok yang amat telanjang dipertontonkan. Terbaru, dalam kasus ancaman terhadap Kiai Ma'ruf, Luhut sampai datang ke rumah Kiai. Jauh dari tupoksinya.

Secara sosial, tak mungkin ada lagi yang bisa menyelamatkan Ahok. Ketajaman lidah, kesombongan, keplin-planan, keangkuhan, dan kebengisannya terhadap masyarakat Jakarta, terutama penduduk yang digusur sulit dilupakan.

Secara budaya, apalagi. Betapa Ahok sangat arogan menginjak kaum Betawi, yang notabene pemilik Jakarta. Pertanyannya, bagaimana secara hukum? Walau telanjang pembelaan terhadap Ahok dibandingkan kasus serupa sebelumnya, tetap saja Ahok tak akan bisa lolos.

Penguasa boleh membelanya. Konsekuensinya, masyarakat takkan pernah lagi percaya kepada penegak hukum. Sebaliknya, semakin hukum membela, semakin bangkit persatuan umat. Semakin menguat kekuatan rakyat.

Pemerintah kini dibenturkan pada dua pilihan: mempertahankan Ahok atau kepercayaan publik.

Apa pun itu, sejarah membuktikan, siapa pun yang menistakan Islam, ia akan tenggelam. Bahkan, fakta itu selalu terjadi sejak era Kenabian. Bukan hanya dalam sejarah perjalanan Nusantara. Hanya waktu dan cara yang membedakannya.

Ahok masih berharap pilgub? Itu sama saja buang-buang waktu dan biaya. Hanya kecurangan yang sanggup memenangkannya. Dan risiko itu tak mungkin diambil bandar. Cukup sudah bangsa ini dibentur-benturkan.

Kita kembalikan lagi tatanan ajeg di Ibu Kota dan Indonesia. Semakin umat diinjak, semakin kuat persatuan. Itu adalah panggilan jiwa dari Sang Maha, sunatullah, yang takkan mampu manusia dan seluruh makhluk di Bumi mengubahnya.

Satu tugas pihak independen yang kiranya patut dilakukan: membuka kembali catatan medis dan psikologis Ahok dan perlihatkan kepada publik. Selamat tinggal Ahok, selamat datang persatuan. Shalaallahu alaa Muhammad.

Oleh: Rudi Agung  
Pemerhati sosial
Sumber Republika
Share:

Pendataan Ulama di Jombang Dinilai Mirip Zaman PKI


JOMBANG - Pendataan ulama pesantren oleh polisi di Kabupaten Jombang, Jawa Timur membuat para kiai di Kota Santri Jombang resah. Dalam situasi seperti sekarang para kiai khawatir pendataan tersebut akan menimbulkan hal-hal yang tidak diinginkan.

Kekhawatiran para kiai pesantren atas pendataan yang dilakukan polisi sebagaimana diungkapkan KH Mohamad Irfan Yusuf, salah satu pengasuh pondok pesantren di Dusun Tebu Ireng Kecamatan Diwek, Kabupaten Jombang, Jawa Timur.

Gus Irfan panggilan akrab Kiai Mohamad Irfan Yusuf mengaku bingung dan bertanya-tanya kenapa polisi mendata para kiai. Menurut dia, yang dilakukan polisi ini mirip dengan situasi seperti pada zaman PKI puluhan tahun silam. Cara polisi meminta data menurutnya juga sangat tidak etis.

Saat itu, kata dia, polisi tiba-tiba datang ke pesantren dan meninggalkan blangko atau angket agar diisi oleh kiai tanpa memberikan penjelasan maksud dan tujuannya.

Dalam situasi seperti sekarang cara polisi meminta data seperti ini tentu saja membuat para kiai resah dan bertanya-tanya.

Sebelumnya, Kapolres Jombang AKBP Agung Marliyanto meminta maaf kepada para kiai dan ulama atas kesalahpahaman mengenai pendataan terhadap para ulama di wilayah Kabupaten Jombang.

Menurut Kapolres yang terjadi sebenarnya hanyalah pendataan terhadap potensi wilayah yang ada di masyarakat bukan khusus terhadap para kiai.

“Bisa data potensi bencana, harga-harga kebutuhan pokok, nama-nama tokoh masyarakat dan masih banyak lagi,” kilah Kapolres.
Share:

Umat Muslim Palembang Minta Kasus Penghinaan KH Ma'ruf Diusut Tuntas

PALEMBANG -- Usai shalat Jumat (3/2), ribuan jemaah Masjid Agung Sultan Mahmud Badaruddin turun ke jalan menggelar aksi damai Bela Ulama. Aksi yang dikawal aparat kepolisian tersebut berlangsung di kawasan bundaran air mancur jalan Jendral Sudirman dan di halaman masjid.

Aksi bela ulama yang dimotori Front Pembela Islam (FPI) Sumatera Selatan (Sumsel) tersebut bertujuan menolak kriminalisasi terhadap para ulama. Ulama Taufik Hasnuri yang berorasi di depan ribuan massa menyatakan, kehadiran umat Islam pada aksi Bela Ulama merupakan bentuk keimanan umat Islam untuk membela agamanya.

“Semoga Allah membukakan hati seluruh umat Islam untuk membela agama Allah apapun profesinya, apapun kedudukan untuk bersama membela agama Allah,” katanya.

Massa juga meminta polemik antara Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok dan Ketua MUI KH Ma'ruf Amin diusut tuntas. Ahok dinilai telah menghina Kiai Ma'ruf yang menjadi saksi sidang penodaan agama, Selasa, pekan ini.

Sekretaris FPI Sumsel, Habib Mahdi Muhammad Syahab mengimbau semua pihak, ulama, kiai dan pimpinan pondok pesantren untuk bersama merapatkan barisan menjaga ukhuwah Islamiyah. Dia meminta tak ada lagi sekat antara umat Islam. “Kepada semua elemen masyarakat mari bersama menjaga kesatuan dan keutuhan NKRI dengan cara yang elegan. Tidak melakukan kriminalisasi dan intimidasi terhadap ulama,” katanya.

Peserta aksi juga mengecam pihak yang menuntut FPI dibubarkan. "Apakah kalian ingin FPI dibubarkan?” tanya koordinator aksi, Doni Meilano kepada massa aksi. Massa pun menjawab dengan kompak. “Tidak.”

Selama orasi berlangsung, massa tetap tenang walau berada di bawah sengatan matahari. Peserta aksi dari orang tua, laki-laki, perempuan dan anak-anak serta mahasiswa berbaur dan berteriak bersama kalimat “Islam agama yang cinta damai.” Selain orasi, massa juga membawa spanduk serta bendera.

Sementara, salawat dan takbir terus bergema di tengah orasi. Sebagian dari massa aksi Bela Ulama membersihkan arena aksi dengan mengumpulkan sampah-sampah yang tercecer. Habib Mahdi pun berulang kali mengimbau massa agar menjaga kebersihan dan jangan ada sampah berserakan serta jangan membuat Masjid Agung kotor.

“Kita ada di ini untuk membela ulama, tidak ada maksud lain,” katanya. Kepada peserta aksi juga diberikan air minum dan makanan gratis yang ada di sekitar bundaran air mancur dan halaman masjid.
Share:

KH Ma'ruf Itu Pelindung Kami! Menurut Kesaksian Warga Tionghoa Tanjung Priok


Oleh: Arief Poyuono*

Lama saya tidak mau mengomentari tentang kelakuan Ahok terhadap umat Islam..

Tapi saya berpikir sudah saatnya saya bicara jujur dan apa adanya setelah perlakuan Ahok kepada KH Maruf Amin.

Saya Arief Poyuono tinggal dan besar di Jalan Sindang Tanjung Priok sebuah daerah Pelabuhan yang dihuni multietnik dan multistrata ekonomi. Saya tinggal tak jauh dari rumah KH Ma'ruf Amin. Dan saya menyaksikan langsung kiprah dia di dalam membimbing dan mengayomi masyarakat.

Dua Peristiwa kerusuhan sosial anti-Cina terjadi di Tanjung Priok saat saya tinggal di Tanjung Priok, yaitu tahun 1984 peristiwa Tanjung Priok berdarah dan peristiwa kerusuhan 1998.

Saya saksi hidup betapa mulia dan baiknya hati seorang KH Ma'ruf Amin yang mau menjadikan rumah tinggalnya untuk dijadikan tempat perlindungan bagi warga Tionghoa yang rumahnya habis dijarah dan dibakar.

Pada saat itu, rumah KH Ma'ruf menjadi tempat perlindungan warga Tionghoa yang ketakutan akibat penjarahan. Saya ingat betul bahwa saya tinggal di rumah tersebut tiga hari lamanya. Kami semua diberi makan-minum secara cuma-cuma oleh beliau. Kala itu ibu (istri) KH Ma'ruf masih hidup. Saya ingat 'para pengungsi' yang menginap di rumah beliau dikasih makan dengan lauk telur.

Bukan hanya itu, KH Maruf Amin juga ke luar rumah untuk melarang sekelompok orang yang waktu itu, pada 1984, hendak berlaku anarkis. Dia mengatakan langsung kepada mereka agar jangan membakar gereja yang ada di sekitar wilayah di Tanjung Priok!

Nah, aneh bin ajaib bila pada hari-hari ini Ahok yang mungkin baru tinggal di Jakarta tidak lebih dari 25 tahun, berani menghina KH Ma'ruf Amin yang baik dan berhati mulia itu. Kami yang telah merasakan langsung apa yang dilakukannya jelas tak terima dan tersakiti. Apalagi, kami kenal betul dengan kerabat beliau yang sampai sekarang menjadi kawan dan akrab dengan kami.

Bahkan, saking akrabnya, bila orang lain memanggil Kiai Ma'ruf dengan sebutan 'kiai', saya pribadi dan para teman lainnya, memanggilnya dengan sebutan 'mamang'. Ini karena beliau adalah orang tua kami yang melindungi warga 'seperti kami', mengajarkan mengaji, sertra mempraktikkan ajaran Islam yang sebenarnya.

Bila Ahok tak percaya omongan saya ini, silakan datang sendiri ke Jalan Sindang Tanjung Priok!

Arief Poyuono (Warga Tionghoa yang sejak tahun 1974-2001 tinggal dan besar di Tanjung Priok)
Share:

Dugaan Penyadapan, FSLDK Indonesia Minta Ahok dan Pengacaranya Dihukum


JAKARTA -- Forum Silaturahim Lembaga Dakwah Kampus Indonesia (FSLDK Indonesia)  meminta polisi mengusut terdakwa kasus dugaan penistaan agama, Basuki 'Ahok' Tjahaja Purnama dan kuasa hukumnya. Pasalnya mereka diduga telah melanggar Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik No 11 tahun 2008 dan Pasal 310 ayat 1 KUHP.

"Kami berharap Polri segera bertindak tegas karena sudah jelas melanggar pasal 310 ayat 1 KUHP tentang Penghinaan dan Fitnah dan UU ITE  nomor 11 tentang Larangan Penyadapan Ilegal," kata Ketua Puskomnas FSLDK Indonesia, Hanafi Ridwan Dwiatmojo,Jumat (3/2).

Hanafi meminta polisi bersikap adil mengusut semua laporan dan pelanggaran setiap orang. Katanya, jangan hanya Habib Rizieq, Ustadz Bachtiar Nasir, dan KH Ma'ruf Amin dicari bahkan dibuat-buat kelemahan dan kesalahannya.

"Penegakan hukum jangan tebang pilih, karena tebang pilih dalam tindakan hukum dapat mengancam persatuan dan kebinekaan," ujarnya.

Hanafi menyampaikan FSLDK yang mewakili seluruh lembaga dakwah kampus se-Indonesia menyatakan kekecewaannya terhadap perilaku Ahok beserta tim kuasa hukumnya pada sidang ke-8 yang digelar di Auditorium Kementerian Pertanian, pada Selasa (31/1) lalu.

Hanafi menyampaikan tidak seharusnya Ahok dan tim kuasa hukumnya menyebut fatwa terkait penistaan agama merupakan pesanan dan ditunggangi kepentingan politik. "Tidak seharusnya mereka menganggap saksi tidak objektif dan palsu kepada Ketua Umum MUI Pusat yang juga Rais 'Aam PBNU, KH Ma'ruf Amin selaku saksi ahli yang dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum," ujarnya.

Menurutnya apa yang dilakukan Ahok dan tim kuasa hukumnya menunjukkan sikap arogan dan tidak bermoral terhadap ulama dan asatidz yang menjadi pewaris para nabi dan kepercayaan ummat dengan sangat mudah difitnah tanpa dasar yang jelas.

Hanafi menegaskan FSLDK Indonesia dan secara umum mahasiswa muslim seluruh Indonesia akan berdiri di garis depan untuk membela ulama serta menjaga keutuhan NKRI dari upaya memecah belah yang dilakukan oleh bangsa tertentu atau kelompok yang tidak bertanggung jawab.

"Kesatuan dan persatuan Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah harga mati, dan supremasi hukum adalah keniscayaan. Semoga Allah menjaga negara ini dari tangan-tangan kerdil dan tidak bertanggung jawab," katanya.

Sumber :Republika
Share:

Kamis, 02 Februari 2017

Polisi Didesak Usut Penyadapan Ilegal Tim Ahok


JAKARTA -- Kuatnya indikasi adanya  penyadapan ilegal oleh tim Penasihat Hukum Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), memunculkan desakan publik agar polisi mengusut hal ini. Aliansi Pemuda, Pelajar dan Mahasiswa Islam (APPMI) pun mendesak polisi segera mendalami dugaan penyadapan ilegal tersebut.

Dalam pernyataan sikap resminya, APPMI  turut mengecam keras tuduhan Ahok  yang berulang kali menimbulkan  kegaduhan di masyarakat. Karena itu, Aliansi Pelajar dan Mahasiswa Islam mendesak polisi segera mengusut dugaan penyadapan ilegal tersebut.

"Meminta kepada lembaga yang berwenang, dalam hal ini Kepolisian atau DPR untuk mendalami dugaan penyadapan ilegal yang indikasinya disampaikan oleh Basuki Tjahaya Purnama dan tim pengacaranya pada persidangan Selasa lalu," ujar Ketua Umum PB HMI, Mulyadi P. Tamsir, Kamis (2/2).

Ia menegaskan sebagai generasi Muda Islam Indonesia APPMI bertekad untuk menjaga Pancasila, NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika. Dimana dalam beberapa bulan terakhir masyarakat merasakan sedang diuji secara serius disebabkan kasus penistaan agama oleh Ahok

Sebagai generasi muda Islam APPMI  akan berada di garda depan untuk membela dan berjalan bersama para ulama dalam mengawal perjalanan bangsa Indonesia. Ketua Umum PB PII (Pelajar Islam Indonesia), Munawar Khalil menambahkan terkait dengan proses Pilkada serentak pihaknya berharap setiap peserta dapat menjunjung tinggi nilai etika, moral, dan kesantunan dalam berkompetisi.

Serta menuntut kepada seluruh penyelenggara negara (Pemerintah Pusat dan Daerah), aparat penegak hukum dan penyelenggara pemilukada untuk dapat bersikap adil dan tidak memihak, demi terciptanya iklim demokrasi yang egaliter.

"Meminta kepada seluruh kader, umat Islam dan warga negara Indonesia untuk dapat bersikap tenang dan tidak terprovokasi dengan tetap menjaga sikap waspada dalam menghadapi situasi yang berkembang akhir-akhir ini," kata Munawar.
Share:

AHOK MENOHOK

Oleh : DR. M. KAPITRA AMPERA, SH.,MH

Masyarakat dan hukum adalah dua identitas yang tidak bisa dipisahkan. Dalam ilmu hukum, terdapat adagium yang berbunyi “Ubi societas ibi jus” (di mana ada masyarakat di situ ada hukumnya). Untuk mewujudkan keteraturan dalam masyarakat dibutuhkan struktur tatanan (pemerintahan) yang diikat dengan hukum.

Hukum dan Moral Ibarat dua sisi mata uang. Menurut Thomas Aquinas, Perintah moral yang paling dasar adalah melakukan yang baik, menghindari yang jahat. Kaidah-kaidah moral akan mendapat pengakuan yang konkrit manakala di back-up oleh aturan hukum. Oleh karenanya, keteraturan masyarakat selalu sejalan dengan adanya perilaku moral yang baik yang patuh terhadap aturan hukum yang berkeadilan.

Fenomena Hukum dan Moral menjadi hal yang ramai diperbincangkan saat ini. Terdapat kompleksitas permasalahan yang tak terhindarkan dari seputar kasus Gubernur Non Aktif DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).

Ahok cukup banyak mencuri perhatian sejak menjabat, sikapnya yang arogan kerap kali menjadi kontroversi, seperti membentak/berkata kasar kepada warga dan perilaku emosionalnya saat rapat. Sebagian masyarakat menganggap hal ini sebagai ketegasan, sebagian lainnya berpandangan perbuatan yang tidak beretika/tidak beradab.

Sepertinya Ahok menikmati perilaku arogansi-nya yang abuse, salah satunya tercermin dalam pidatonya di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu, pada tanggal 27 September 2016 yang menyebabkan kemarahan masyarakat pemeluk agama Islam karena diduga telah melakukan tindak pidana penodaan Agama Islam.

Atas Pernyataannya tersebut kemudian menimbulkan reaksi yang besar bagi umat muslim di Indonesia, sehingga berkumpulnya umat Muslim di Jakarta dalam Aksi Bela Islam pada tanggal 4 November (411) dan tanggal 2 Desember (212) untuk menyuarakan harapan agar berjalannya proses hukum terhadap delict yang dilakukan oleh Ahok.

Tanggal 13 November 2016, menjadi pertama kalinya Ahok duduk sebagai Terdakwa dalam kasus Penodaan Agama Islam, penolakannya terhadap dakwaan Jaksa Penuntut Umum dalam eksepsinya, ditolak oleh Majelis Hakim dalam Putusan Sela, sehingga persidangan dilanjutkan dengan proses Pembuktian.

Agenda pemeriksaan saksi menjadi tidak biasa, para saksi diperlakukan seperti seorang terdakwa. Bukannya mempersiapkan pertanyaan yang membuktikan dirinya tidak bersalah, Ahok dan penasehat hukumnya malah sibuk mempertanyakan profile pribadi saksi. Terang-terangan, ahok dan penasehat hukumnya menyatakan akan menghancurkan kredibilitas saksi.

Para saksi dituding menyampaikan keterangan palsu sehingga timbul ancaman Ahok akan melaporkan saksi ke Kepolisian, padahal Majelis Hakim yang berwenang berdasarkan pasal 174 KUHAP tidak pernah menyatakan para saksi menyampaikan keterangan Palsu. Muncul dugaan, pernyataan Ahok tersebut adalah bagian dari upaya mempengaruhi masyarakat, sehingga para saksi yang umumnya merupakan orang-orang yang dihormati menjadi bahan olok-olokan. Seperti “Fitsa Hats”, “Saksi Palsu”, dan “Saksi Whatsapp” yang sempat menjadi viral dan trending topic di media sosial. Karakter mencari kesalahan dan mengkambinghitamkan orang lain ini tercermin pada Ahok dalam berjalannya proses persidangan.

Proses persidangan yang telah berjalan secara yuridis, dimata Ahok dan timnya seakan-akan bernuansa politik, pertanyaan dan pernyataan yang disampaikan kerap kali tidak relevan, seperti menuduh pelaporan terhadapnya berhubungan dengan pencalonannya sebagai Gubernur pada Pilkada DKI Jakarta. Puncaknya, di sidang ke-8 pada tanggal 31 Januari 2017 yang lalu, pada pemeriksaan saksi Ketua MUI K.H. Ma’ruf Amin.

Atas keterangan saksi K.H. Ma’ruf Amin, Ahok menyatakan keberatannya tentang Hasil Pandangan dan Sikap Keagamaan MUI yang menurut Ahok berkaitan dengan pertemuan saksi bersama Pasangan Calon No. 1 (Agus-Silvy) yang merupakan rivalnya pada Pilkada DKI Jakarta. Ahok juga menuding saksi telah menerima telepon dari Mantan Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono agar segera mengeluarkan “Sikap dan Pandangan Keagaamaan MUI” terhadap kasusnya. Hal ini juga sejalan dengan pernyataan Penasehat Hukumnya yang menyatakan memiliki bukti atas pembicaraan tersebut. Ahok bahkan mengancam akan melakukan proses hukum terhadap saksi K.H. Ma’ruf Amin karena di anggap berbohong dalam persidangan.

Dan sontak menimbulkan kegaduhan serta pertanyaan bagi masyarakat, dari mana Ahok mendapatkan bukti pembicaraan telepon antara saksi dengan SBY? illegal wiretapling adalah hal yang secara tegas dilarang oleh undang-undang dan memiliki sanksi yang tegas bagi pelanggarnya, yaitu termuat dalam:
1. Undang-Undang No 19 tahun 2016 Tentang Perubahan Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, yaitu Pasal 31 (1) : Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan intersepsi atau penyadapan atas Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dalam suatu Komputer dan/atau Sistem Elektronik tertentu milik Orang lain.
Pasal 47 : Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1) atau ayat (2) di pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah).

2. Undang-undang No. 36 tahun 1999 Tentang Telekomunikasi
Pasal 40 : Setiap orang dilarang melakukan kegiatan penyadapan atas informasi yang disalurkan melaiui jaringan telekomunikasi dalam bentuk apapun.
Pasal 56 : Barang siapa yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun.

Tekanan dan ancaman Ahok terhadap K.H. Ma’ruf Amin yang sangat dihormati ini kembali menimbulkan reaksi indignation bagi masyarakat, bahkan para tokoh agama, politik dan hukum pun turut menyayangkan sikap Ahok yang semakin menohok ini. Bahkan, dalam pernyataan keberatannya Ahok juga mengancam akan “mempermalukan satu persatu” saksi. Tentunya menjadi pertanyaan besar, siapa lagi yang akan dipermalukan Ahok. Selama ini amat berkaitan dengan fakta yang terjadi, gencarnya laporan polisi dan provokasi terhadap para tokoh yang kerap menentang sikap Ahok seperti, Habib Rizieq Shihab, Munarman, Para tokoh yang dituduh melakukan upaya makar.

Realitas yang terjadi saat ini, mengingatkan kita pada pemikiran Samuel P. Huntington tentang Benturan Peradaban (Class of Civilization). Ahok seakan berupaya untuk menjatuhkan umat Islam, propaganda para tokoh ulama, sehingga menimbulkan haatzaai (kebencian) dan vijandigheid (permusuhan).

Mungkin Ahok merasa gamang seperti Pemikiran Huntington bahwa Islam akan muncul menjadi kekuatan yang mengalahkan kekuatan peradaban lainnya. Indonesia yang selama ini hidup dengan tentram dan bertoleransi, namun sikap dan moral seorang seperti Ahok yang membuat seakan bermusuhan. Kekuasaan yang dimilikinya tidak diiringi dengan good morality, sehingga perbuatannya sering kali menimbulkan kegaduhan di masyarakat.

Moralitas sangat penting dalam menjalankan kepemimpinan. Apabila moralitas pemimpin baik maka kekuasaannya akan mensejahterakan, namun jika moralitas pemimpin buruk, maka kekuasaan dapat menyengsarakan. Hochmut Kommt Vor Dem Fall.

DR. M. KAPITRA AMPERA, SH.,MH -TIM ADVOKASI GNPF-MUI PUSAT
Share:

AHOK SI BUAH SIMALAKAMA


Oleh Agus effendi

Buah Simalakama sering dibuat sebagai kalimat perandaian atau berupa pepatah lama yang diartikan sebagai suatu keadaan yang paling tidak mengenakkan terjadi pada seseorang. Sesuatu keadaan atau suasana dimana seseorang tidak mampu untuk membuat suatu keputusan berdasarkan akal dan pikiran karena apapun yang dikerjakan akan mendapat resiko besar sebagai akibat dari perbuatan tersebut, sementara keadaan tersebut harus dijalani. Tak dimakan ayah yang mati, dimakan pun ibu yang mati. Apalagi dimakan sebagian tak dimakan sebagian, mungkin keduanya mati. Sepertinya pepatah itu cocok untuk kondisi yang dihadapi rezim saat ini.

Kita flash back kebelakang di mana situasi yang terjadi di negeri ini yang makin lama makin memanas di awali dari kasus ahok yang menista AL Maidah ayat 51.

Saking bingungnya pemerintah dalam menyelamatkan ahok, sampai sibuk lobi sana lobi sini..tapi apa yang terjadi apakah berhasil ..? Ahh bukannya berhasil tapi bener bener bagai makan buah simalakama..

Lobi tidak menghasilkan apa apa selain malah menampakan di mana pemerintah berpihak dan sudah bisa di tebak mereka berpihak pada ahok si buah simalakama.rezim di buli di sana sini dengan sebutan rezim panik.ketika lobi ke sana sini tidak berhasil mereka unjuk kekuatan dengan safari ke seluruh Instasi militer dengan maksud agar rakyat tahu siapa yang ada di belakang mereka .

Apakah berhasil..? tidak,bahkan malah semakin memperlihatkan kepanikan rezim ini dalam menghadapi kasus ahok. Ahh bagai makan simalakama,diam salah bergerak juga salah.

Pertanyaannya Ahok yang menistakan agama tapi kenapa Jokowi yang wira wiri …?
Ada hubungan apa Ahok dengan Jokowi …?

Barangkali meme yang beredar di medsos cukup memberi kita gambaran bahwa dalam dunia politik jokowi adalah kakaknya ahok ,dengan megawati berperan sebagai ibu bagi mereka.
Sehingga sebagai kakak sangat wajar jokowi membela adik nya,makanya sibuk wara wiri.

Tapi ini hanya gambaran utk menggambarkan hubungan mereka karena pada dasarnya kita semua tau jokowi,ahok dan megawati tidak ada hubungan darah sama sekali apalagi sampai saudara dan kakak adik.

Bahkan yang terbaru ketika ahok dan penasehat hukumnya secara kasar mengancam RAIS Aam NU KH.MA’RUF AMIN, yang sibuk minta maaf hanya untukmendinginkan suasana bukan ahok dan penasehat hukumnya,tetapi malah Luhut Panjaitan,Kapolda metro jaya dan pangdam jaya.

Ada hubungan apa mereka dengan ahok ..?bukankah sebagai orang yang mewakili institusi pemerintah harusnya mereka bersikap netral..? Ahh lagi lagi mereka bagai makan buah simalakama,diam salah bergerak salah.

Diam situasi semakin panas,bergerak akhirnya pun salah langkah akhirnya di buli di mana mana,bahkan semakin terlihat di mana mereka berpihak.

Lobi sana sini tidak menghasilkan apa apa mereka beralih dengan menggunakan kriminalisasi
Habib, Kyai Haji, Da'i, Ustadz, Ulama menjadi sasaran kriminalisasi bahkan nurul fahmi yang kelasnya simpatisan tak luput jadi sasaran.tujuannya hanya satu menyelamatkan sang penista agama.

Dari semua orang yang di jadikan sasaran kriminalisasi sangat jelas mereka mengincar Habib Rizieq sebagai sasaran utamanya.mereka dengan terang terangan mengkriminalisasi Habib Rizieq dengan berbagai isu yang sangat di paksakan,mulai dari kasus lahan,ancaman pembunuhan terhadap pendeta,bahkan ceramah habib tentang surat al ikhlas pun jadi bahan laporan.kasus terakhir tesis S2 habib Riziek tentang panca sila malah di laporkan sebagai penistaan terhadap panca sila,bahkan Habib Riziek di jadikan tersangka.

Apakah upaya kriminalisasi terhadap Habib, Kyai Haji, Da'i, Ustadz, Ulama berhasil menyelamatkan ahok..? lagi lagi mereka bagai makan buah simalakama ….

Laporan - laporan atas Habib Rizieq justru akan menjadi blunder besar untuk Jokowi, apalagi jika Habib Rizieq sampai di masukan penjara, akan terjadi kekacauan di setiap kota dan terutama Jakarta. Akan terjadi chaos , dan Jokowi tumbang.

Simalakama politik tercipta karena terkungkung paradigma sekulerisme. Seakan tiada solusi lain selain itu. Atau bahkan sebagian sudah ada yang merasa nyaman dengan status quo, sehingga impian keluar darinya dianggap mengganggu zona nyaman. Entahlah. Mungkin demikian adanya.

Sebenarnya simalakama politik bisa diakhiri. Buang saja buah simalakama yang disajikan kemudian ganti dengan buah-buahan yang segar dan layak konsumsi.

Share:

Social

Diberdayakan oleh Blogger.

Facebook

Arsip Blog

Theme Support